top of page
Search

Saat Kamu dan Dia Berkata Iya, Namun Allah SWT Berkata Tidak

Writer's picture: Journal MoeslimJournal Moeslim

Oleh : Nurhapni Sariyona Lubis


Curahan air dari langit membuat suasana jadi hening, akan tetapi bus itu terus menerjang. Terlihat sosok wanita muda berbadan tinggi dan sedikit berisi sedang berdiri menatap keluar jendela bus. Entah apa yang ia pikirkan. Namanya Husnah Khumaira, mahasiswi semester 6, bungsu dengan empat bersaudara dan satu-satunya anak perempuan.


"Ciiiittttt..." Denyit rem bus terdengar bagai jeritan memilukan. Husnah beranjak keluar dan menuju sebuah toko buku. Husnah bergegas mencari sebuah buku yang sudah lama ia inginkan. Rak demi rak ia susuri, akhirnya Husnah menemukan buku itu di tempat yang kurang menonjol.


Bergegas ia menuju kasir. "Tiga ratus lima puluh ribu," ujar perempuan di balik mesin cashier itu, Husnah melihat ke dalam tas, Ia baru tersadar dompetnya ketinggalan di bus. "Astaghfirullah," ujar Husnah. Sembari memandang Husnah, kasir itu bertanya, "Kenapa "Dompet saya ketinggalan di bus, apakah saya bisa membatalkan pembelian?"


"Maaf mbak, tidak bisa lagi karena sudah tercatat di dalam daftar terjual mbak," ujar kasir .Saat Husnah sedang kebingungan, terdengar suara dari belakang, "Pakai ini saja." Husnah berpaling ke arah datangnya suara. Haidar? Kehadiran Haidar, mahasiswa teladan semester 6 di kampusnya, seketika membuat Husnah terkejut. Husnah berterima kasih kepada Haidar yang telah menyelamatkan dirinya di depan kasir. "Minta nomor rekeningmu ya, nanti aku transfer," kata Husnah "Waduh, kemana-mana aku gak pernah bawa nomor rekening," jawab Haidar. "Kalau begitu, nanti aku ganti di kampus saja ya," kata Husnah.


Esok pun tiba. Husnah bergegas menuju kampus, menemui Haidar untuk mengembalikan uangnya, dan sesudah itu menuju kelas. Mata kuliah pertama segera dimulai. Saat sedang asyik mengobrol dengan sahabatnya, tiba-tiba ada sosok pemuda tegap, tinggi, dan putih memasuki kelas. Kehadiran laki-laki itu membuat Husnah sedikit kaget, lagi-lagi Haidar. Ternyata, selain mahasiswa teladan, Haidar juga tangan kanan dosen.


Usai mengikuti mata kuliah pertama, Husnah langsung menuju masjid untuk melaksanakan shalat Dhuha. Selesai berdoa, Husnah mendatangi mushalla anak-anak panti asuhan. Di sela-sela kesibukan kulliah semester 6, Husnah juga menjadi relawan pengajar di panti asuhan tersebut.


Tanpa disadari Husnah, Haidar melihat aktivitasnya. Dari sanalah muncul rasa kagum Haidar kepada Husnah. Selain rasa peduli Husnah kepada orang lain, Haidar juga mengagumi kelembutan dan akhlak mulia rekannya itu. Tanpa disadari oleh Haidar, ternyata Husnah juga menaruh rasa kepadanya.


Seiring dengan bertambahnya waktu akhirnya hubungan antara Haidar dan Husnah semakin kuat, sampai kedua belah pihak keluarga memutuskan untuk menikahkan putra putri mereka. Suatu ketika wajah Husnah terlihat sangat pucat, tidak seperti biasanya.keadaan Husnah membuat Haidar khawatir, namun Husnah tetap memaksa untuk mengajar anak-anak sampai ia sudah tidak sanggup lagi, dan jatuh terlentang di lantai. Haidar pun kanget dan langsung membawanya ke rumah sakit, Husnah pun dirawat beberapa hari di rumah sakit dan Haidar selalu menjaganya. Ia tidak pernah meninggalkan rumah sakit selama Husnah dirawat.


Setelah beberapa hari pulih, akhirnya Husnah bisa pulang ke rumah. Satu bulan berlalu, tibalah saatnya Haidar dan Husnah melaksanakan wisuda. Namun Husnah tidak hadir, yang membuat Haidar diliputi rasa khawatir dan penasaran. Apalagi Haidar juga sudah bersiap-siap melamar Husnah, namun Husnah tak kunjung ada kabar. , Haidar juga tidak bisa menghubungi Husnah.


Haidar lalu bergegas menuju rumah Husnah. Betapa terkejut Haidar mendengar berita dari tetangga. , "Maaf mas, dua hari yang lalu keluarg Husnah sudah pindah keluar kota, sangat mendadak mas," ujar tetangga Husnah. "Kemana Bu pindahnya?" "Gak tahu mas, pamitnya aja mendadak mas," ujar tetangga itu. Saat itu juga rasa sakit, kecewa, dan hancur berkeping-keping yang dirasakan Haidar, membuat dia hampir putus asa.


Setelah satu bulan mengunci diri di dalam kamar, akhirnya Haidar memutuskan untuk menjalani hidup seperti biasa. Tapi Haidar yang dikenal periang dan lucu kini berubah menjadi Haidar yang tidak banyak bicara, bahkan sangat jarang terlihat tersenyum. Hingga pada suatu saat ibu Haidar yang semakin tua menyampaikani satu permintaan sebelum ia meninggal nanti, ibu haidar ingin melihat anaknya menikah. Setelah berulang kali mereka berbicar, akhirnya Haidar setuju atas pernikahan yang dirancang ibunya.


Saat Haidar duduk termenung, sontak timbul rasa rindu ingin berziarah ke makam ayahnya. Sesampai di sana Haidar membaca Al Qur'an dan berdoa, lalu pulang ke rumah. Langkah Haidar terhenti saat ia melihat sebuah batu nisan yang bertulisan almarhumah Husnah Khumaira bin Ahmad. Haidar memperhatikan lebih teliti makam itu: masih basah, seperti baru dikebumikan. Haidar terkejut dan menghampiri batu nisan tersebut untuk memastikannya. Alangkah terkejut Haidar, ternyata nama yang tertera di batu nisa tersebut memang nama Husnah, wanita lembut dan penuh kasih sayang kepada orang lain yang selama ini ia dambakan.


Air mata Haidar jatuh tanpa henti. Ia hancur dan jatuh kembali. Luka yang mulai mengering terasa basah kembali. Saat itulah terlihat sosok orang tua Husnah berdiri di belakang Haidar dengan mata yang berkaca-kaca. Ternyata dua tahun lalu Husnah sudah divonis kanker stadium 3, namun ia wanita yang sangat pandai membalut luka tanpa terlihat sama sekali. Sebulan yang lalu, saat Husnah pingsan dan dirawat di rumah sakit, dokter memvonis penyakitnya semakin parah, sudah stadium 4 dan sudah menyebar ke otak.


Saat hari pelaksanaan wisuda, Husnah tidak hadir karena harus dirawat di luar kota. Penyakitnya kambuh dan semakin parah. Husnah tidak ingin Haidar terbebani karenanya. Husnah pergi dengan membawa luka. Seminggu yang lalu, Husnah menghembuskan nafas terakhir dan pergi selama-lamanya. Begitu terkejut Haidar mendengar cerita dari orang tua Husnah hingga dia membisu . Tak mampu berkata apapun. Hanya tangis penyesalan dan permintaan maaf kepada Husnah.


Kepergian Husnah, pukulan bagi Haidar. Ia memutuskan untuk mengabdikan seluruh hidupnya hanya untuk Allah SWT. Ia semakin menyadari, manusia tidak akan pernah tahu jodoh atau maut yang pertama kali menjemput. Manusia hanya bisa merencanakan segala sesuatu dalam hidupnya namun Allah SWT lah yang maha menentukan. Apa yang menurut manusia baik belum tentu baik menurut Allah SWT, dan apa yang menurut manusia buruk belum tentu buruk menurut Allah SWT.<<

13 views0 comments

Recent Posts

See All

Kommentare


bottom of page